Krisis lingkungan hidup tampak semakin
mencekam manakala rakyat Indonesia mampu memandangnya dari persoalan
ketersediaan dan pengelolaan sumber daya alam berupa air. Pertama-tama
bisa dilihat bahwa tingginya tingkat kerusakan hutan berpengaruh
langsung terhadap menipisnya jumlah ketersediaan air di musim kemarau,
dan sebaliknya di musim penghujan, ketiadaan hutan menyebabkan
kelimpahan air menjadi tak terkendali. Seringkali air melimpah itu
berubah menjadi bencana banjir. Kedua, problem manajemen air itu muncul
ketika negara mulai menggalakkan program pembangunan dengan pola
seragam, serta secara gradual “berkampanye” untuk meninggalkan kearifan
lokal, sebagai kuno atau tidak modern. Padahal kearifan lokal dalam
pemanfaatan air secara bersama itu sungguh mengabdi dan menghargai civil society.
Kearifan lokal yang dianggap kuno dalam manajemen air, semacam subak di
Bali, diganti dengan komersialisasi atau privatisasi air yang
diperkenalkan oleh World Bank. Institusi pemberi hutang paling besar
kepada PAM (Perusahaan air minum) ini memberikan makna lain terhadap
air. Selain mempunyai makna sosial, air juga mempunyai makna ekonomi.
Ketiga, manakala makna ekonomi itu diperkenalkan sebenarnya terbentang
harapan munculnya kesadaran akan penghematan terhadap sumber daya air.
Waktu itu sudah pemanfaatan air di tingkat komunitas, atau bahkan dalam
rumah tangga dianggap bermasalah. Negara melihat bahwa di tingkat
masyarakat hingga rumah tangga, tidak mampu mengelola sumber daya alam
berupa air dengan baik, yaitu mengelola secara efektif dan efisien.
Vonis ketidakmampuan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam
berupa air secara efektif dan efisien, di satu sisi telah menyingkirkan
potensi masyarakat untuk mengelola air secara arif dan bijaksana. Pada
sisi lain, otomatis membuka jalan luas bagi privatisasi sumber daya alam
berupa air untuk elite pengusaha bermodal besar. Maka atas nama
investasi yang sangat dibutuhkan pemerintah, merebaklah industrialisasi
air di Indonesia dengan skala yang tidak diperkirakan sebelumnya.
Sayangnya karakter-karakter privatisasi atau industrialisasi air, yang
mengemuka selalu berpotensi menimbulkan persoalan dan konflik, dan
merugikan masyarakat dalam arti luas. Terlihat jelas sekarang bahwa
industrialisasi air serta merta menutup akses masyarakat setempat untuk
ikut memanfaatkan sumber-sumber air secara bersama dan bertanggung
jawab. Lebih lagi sekumpulan karakter dalam menggali kekayaan sumber
daya air itu, bahkan tidak tersirat sedikit pun berupaya melakukan
konservasi. Bila sumber daya air itu habis, ditinggalkan begitu saja.
Selain itu industrialisasi air, sebagaimana karakter-karakter industri dengan kapital besar, selalu menyediakan sekumpulan artificial needs,
yaitu kebutuhan-kebutuhan semu yang secara sistematis menggubah
perilaku masyarakat menjadi sangat konsumtif dan instant. Perilaku
sangat konsumtif dan merebaknya budaya instant pada gilirannya
berkontribusi besar kepada peningkatan sampah, baik di wilayah urban
ataupun pedesaan. Budaya instant sekaligus membuat masyarakat melupakan
sejarah dan pengelolaan air, darimana sumber air itu berada, dan
bagaimana keadaannya sekarang. Sekumpulan karakter ini, yang kemudian
diaplikasikan ke dalam sejumlah perilaku, bila dirunut merupakan turunan
dari karakter represif negara, yang diadopsi secara terang-terangan
oleh sektor swasta untuk mula-mula menakut-nakuti warga, lalu menguasai
secara sepihak sumber-sumber air, dan segera setelah itu merampok
sebesar-besarnya kekayaan masyarakat yang berupa sumber air itu. Maka
tidak keliru apabila UNESCO memastikan bahwa “Corruption, restricted
political rights and limited civil liberties are all factors that lie
behind the planet’s growing water crisis”Maka bila diringkas problem krusial dari proyeksi Economic water scarcity 2025 di Indonesia diantaranya :
Tata kelola atau manajemen air yang buruk
- Lenyap atau rusaknya sumber air akibat polusi.
- Privatisasi sumber-sumber air oleh negara dan swasta, serta tidak ada upaya Konservasi air
- Ketidak seimbangan pemanfaatan air untuk industri (seperti industri pembangkit listrik, berbagai industri pertambangan, termasuk agro-industri) dan level rumah tangga
- Pengelolaan air limbah dan sanitasi yang buruk, baik dari industri hingga ke level komunitas
1 komentar:
Blackjack - Casino - DRMCD
› en-us › blackjack 충청남도 출장안마 › en-us › 울산광역 출장안마 blackjack Casino. Jackpots The 강릉 출장샵 maximum amount of games in 속초 출장안마 Blackjack. Table Games. Blackjack has been around for a while and it is now 남양주 출장샵 more popular than ever
Posting Komentar